Datang dan Pergi



Malam itu handphone-ku tak hentinya berdering karna broadcast yang isinya sama. Aku mencoba broadcast yang ternyata membuat aku hilang akal, sesuatu yang tak aku mengerti membuat handphone-ku sulit untuk digunakan. Aku mencoba mengharap bantuan dari kontak di bbm-ku dengan membuat personal message tentang itu. Seseorang menyapaku dan membantuku mengembalikan handphone-ku seperti semula. Dan ya, bantuan itu sangat membantuku. Saat itu kupikir percakapan itu hanya akan berakhir ketika handphone-ku kembali seperti semula, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Sejak saat itu kita sering bercanda dan bertukar informasi melalui bbm dan semua itu selalu kamu yang memulai. Awalnya semua terasa biasa saja. Namun semakin lama semakin kita saling mengenal ada hal aneh yang seakan mulai merasukiku, sungguh aku sangat membenci hal itu.

Kamu mulai memanggilku dengan panggilan-panggilan menjengkelkan namun manis dan emoticon yang membuat kuterbang. Pertukaran nomor telfon yang membuat kita semakin mendekat, saling mengirim pesan singkat saat salah satu dari kita tidak mengaktifkan paket bbm. Kamu juga sering menelvonku tanpa kuminta. Sampai suatu ketika, diujung telfon sana kau tiba-tiba mengatakan bahwa kamu tak ingin mempunyai status dengan seseorang yang sudah begitu dekat, kamu takut jika suatu saat nanti hubungan itu berakhir dan tidak sedekat sebelumnya. Kamu benar, aku sependapat denganmu. Tapi untuk apa kau mengatakan hal itu kepadaku? Dan entah mengapa saat itu hatiku tak menentu dan kebingungan. Perlahan rasa itu membuat aku takut akan pernyataan itu tertuju untuk orang lain dan disis lain entah mengapa aku ingin pernyataan itu untukku.

Tak dapat kupungkiri kita semakin lama semakin dekat semakin saling mengenal bahkan kita sering menertawakan sifat buruk kita masing-masing, aku mulai terbiasa denganmu aku mulai merasa nyaman dengan kedekatan kita walau hanya sebatas malalui handphone. Sebenarnya kita bisa saja bertemu secara tak sengaja karna jarak rumah kita sebenarnya tak begitu jauh tapi entah mengapa pertemuan itu jarang sekali terjadi. Aku tak ingin hanya sebatas berteman didunia maya. Kita bertemu dalam sebuah janji khusus. Pertemuan yang cukup menciptakan kenangan manis diantara hunbungan kita yang tidak menentu. Pertemuan yang hanya diketahui oleh kita berdua dan Tuhan, pertemuan yang bahkan aku rahasiakan dari sahabat-sahabatku.

Rasa ini mulai menggangguku, mulai menakutiku akan sebuah perpisahan yang bisa terjadi kapan saja dalam berbagai sebab. Aku merasa bersalah pada diriku sendiri. Mengapa dulu kubiarkan kau masuk kedalam hari-hariku? Mengapa kugubris semua candaanmu? Mengapa ku bebaskan kau mengetuk pintu hatiku lalu berdiri disana, tidak masuk namun juga menghalangi orang lain masuk? Aku bahkan tak tau, apa ini cinta atau hanya sekedar rasa nyaman yang berlebihan? Apa ini hanya rasa suka dan ketertarikan sesaat? Tapi andai kau tau setiap hari kita bercanda, setiap kamu menyapa aku lebih dulu dan setiap jengkal detik yng kita gunakan untuk tertawa walau tanpa suara; sungguh aku menghargai saat-saat itu. Sejak kamu berada dalam list nama orang yang kusebut dalam setiap doa. Kamu sudah berada disana, dihatiku; yang dulu kuyakini tidak akan dihuni oleh pria sepertimu.

Memang, dari dulu aku tak pernah meminta kepastian karna aku tak ingin kau menjauh, karna aku nyaman dengan kita yang dekat. Lagi pula aku tak punya cukup keberanian untuk memulai, terlebih karna ucapanmu diujung telfon kala itu. Aku takut kamu rishi lalu menjauhiku, itu malah membuatku semakin sakit. Tapi, aku merasa malas dan sakit hati jika melihat kamu dekat dengan orang lain, apa ini yang dinamakan cemburu? Dan aku mulai takut kehilnganmu meski kamu bukan siapa-siapaku. Aku mencintaimu tapi aku tau bahwa kita tak akan pernah bersatu, entahlah mengapa aku bisa berkata seperti itu, kalimat itu seperti isyarat agar aku tak terlalu berharap padamu.

Aku berusaha menghilangkan rasa ini padamu, aku memanfaatkan orang yang mencitaiku dengan tulus dan menjadikan mereka sebagai pelarianku. Namun semuanya sia-sia, sudah dua orang pria yang menjadi mantan kekasihku sejak aku mengenalmu. Tapi hatiku masih untukmu. Selama rentang waktu aku menjalani hubungan bersama mereka, aku mencoba untuk mengabaikanmu, untuk tidak memperdulikanmu dan tidak berkomunikasi denganmu; agar aku bisa melupakanmu dan terbiasa tanpa hadirmu. Selama beberapa bulan itu sungguh menyiksaku. Semuanya percuma, pelarian hanya semakin membuatku sakit hingga memutuskan untuk tidak lagi memanfaatkan orang-orang yang mencintaiku sebagai pelarian darimu.

Aku masih belum bisa melupakanmu. Setelah hubunganku berakhir dengan mereka, saat kamu berulang tahun; aku mengucapkan selamat kepadamu melalui jejaring social bbm secara sederhana. Itu awal kedekatan kita lagi setelah lama tak berkomunikasi. Lalu aku mencoba mengujimu atau mungkin diriku sendiri; karna itu menyikasaku. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak mengabarimu dan kamu marah karna hal itu. Aku bahkan tak menyangka akan sesenang itu saat kamu marah padaku. Namun itu tak berlangsung lama. Sekarang tidak lagi seperti dulu, kamu tiba-tiba menjauh tanpa alasan yang tak kupahami. Kuterima diammu dengan cuma-cuma, kubalas sikap dinginmu dengan tak banyak suara. Kuhargai semua bisumu yang hanya bisa munculkan tanya. Aku ingin tau, apa sesungguhnya yang ada didalam hatimu? Apakah orang-orang baru yang lebih baik dariku?

Aku masih ingat kita pernah begitu hangat. Tak ada kata cinta dan tak ada ungkapan perasaan. Tapi kupikir semua itu tak kita butuhkan; aku dan kamu sudah begitu nyaman dengan keadaan yang selama ini walau tanpa kejelasan. Aku juga masih ingat percakapan kita kala itu, kata-kata didalamnya tak pernah kulupakan. Kalau aku bisa minta kepada Tuhan untuk menyimpan semua itu dengan sangat rapi dan bisa mengulangi peristiwa-peristiwa manis itu lagi, aku tak segan-segan berkorban apapun, asal kita bisa seperti dulu lagi; tidak menjauh seperti ini.

Dari saat itu kita tak ada lagi berkomunikasi. Kabarmu hanya aku curi-curi dari akun Twitter, Facebook ataupun BBM. Jujur, jika kamu ingin tau; aku tersiksa selama beberapa bulan itu. Terutama ketika kita bertemu secara tidak sengaja. Aku berusaha bisu; berusaha tidak perduli, memalingkan wajah acuh tak acuh dan  tidak bertanya tentang perubahan sikapmu yang membuatku bingung karna tak kunjung mengerti isi pikiranmu. Apa yang bisa kulakukan agar aku tetap bertahan? Kularikan perasaanku kedalam tulisan; tempat dimana aku bisa menangis pilu tanpa membuat tuli telinga orang disekitarku. Aku rindu kamu, candaanmu dan kita yang pernah lebih baik dari saat ini. Aku tak bisa berbuat banyak selain menunggu kamu bicara lebih dulu. Aku masih kuat membisu, meskipun rasa bodoh ini tak ingin melupakanmu; gengsiku terlalu tinggi namun itulah wanita sesungguhnya.

Kalau aku punya keberanian lebih, rasanya aku ingin bertanya sesuatu padamu. Seberapa butakah matamu sehingga tak melihat perhatianku? Seberapa matikah perasaanmu sehingga kamu tak sadar ada seseorang yang berjuang untukmu? Mengapa kamu begitu mudah mengakhiri yang kupikir bisa berjalan lebih lama dari ini? Kamu tega sekali! Apa kamu tau rasanya jadi aku; terus bertanya tentang perasaanmu? Apa kamu tau rasanya bertingkah seolah tak ada rasa, seakan lupa segalanya, seakan semua tak pernah terjadi? Kualami hal berat itu saat ini.

***

Beberapa bulan kemudian kita yang kembali berkomunikasi namun tak sedekat awal perkenalan dulu. Aku lupa mengapa engkau bisa kembali dan mengajakku terbang lagi. Namun itu tak berlangsung lama, perpisahan terjadi lagi dan kamu mulai merajai ingatan kulagi. Kita yang dulu sempat berpisah lalu kembali dalam hubungan yang entah disebut apa. Waktu berjalan begitu cepat yang bergerak tanpa jerat pengikat. Belum berselang lama kita kembali, waktu sudah memutar balikkan segala yang sempat indah. Aku tak tahu selama ini kau artikan apa kebersamaan kita yang mungkin sudah melewati dua tahun lebih ini.

Kita terpisah lagi oleh kesalahpahaman yang bahkan aku sendiri tak mengerti. Apa ini ujian dari Tuhan lagi? Mungkin hanya untukku  tapi kemerdekaan bagimu. Semua telah berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita yang tak mungkin bersatu ini. Selama ini aku mencoba tak bicara, aku mencoba menerima bahwa kita tak lagi sama. Kita yang pernah dekat, kini begitu jauh dan semakin jauh. Semoga ini bukan pertanda bahwa kamu bukan lagi sosok indah yang kukenal. Aku tidak tau apakah semua perubahan ini hanya karena kamu bosan dan risih akan hadirku dan semua perhatianku. Memang aku tak kuat membendung rasa sayangku yang mengalir begitu saja dalam setiap perhatian yang kuberikan padamu. 

Kulewati hari-hari yang sudah tak misterius lagi; semua telah tertebak. Hari-hariku terasa hambar, tak ada sapaan darimu yang menjadi moodbooster kulagi. Harapanku terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu; seperti saat pertama kita kenal. Saat hanya kau yang mengisi hari-hariku juga inbox handphone-ku. Realita yang kutakuti itu terjadi, kehilanganmu tanpa sebab yang jelas membuat air mataku mengalir deras tanpa hambat. Aku sulit menerima kenyataan bahwa aku taklagi dalam lingkup semestamu.

Semua kenangan bergantian melewati otakku. Aku kembali mengingat perkenalan kita yang tidak sengaja tapi manis kala itu. Aku baru sadar, ternyata kita dulu sempat begitu manis sebelum kau menjauh tanpa sebab seperti saat ini. Aku terbiasa akan hadirmu dalam hari-hariku. Aku terlalu lelah memikirkan keadaan ini yang tak mungkin kembali lagi. Semua sudah jelas, namun masih sulit untuk kupahami.

Realita lebih kuat dari khayalan semuku yang kupikir akan menjadi kenyataan. Jika dulu kita namun tanpa kejelasan begitu manis, entah mengapa sekarang menjadi begitu miris. Memang persepsiku yang melebih-lebihkan segalanya. Wajar saja, karna aku menyayangimu! Kau berada diperingkat kedua sebagai orang terpenting dalam hidupku, setelah orangtuaku. Kau berada disetiap doa setelah sujudku kepada Tuhan.

Aku tak berharap kau mengetahui rasa ini tapi aku tak begitu yakin dengan harapanku. Mungkin kau sudah menyadarinya meski aku telah berusaha keras bersikap biasa saja layaknya aku kepada teman-temanku, tapi kamu lebih memilih diam. Entah memang kau masih memegang ucapanmu yang tak ingin berstatus dengan seseorang yang sudah terlalu dekat denganmu atau mungkin kau mencintai orang lain namun juga tak ingin menyakiti hatiku?!

Aku diam bukan karena tidak peduli. Aku diam karna melihatmu yang kini berubah dan tidak lagi seperti dulu. Seandainya kamu tau, melepaskan yang hampir tergenggam bukanlah hal yang mudah. Tidak akan pernah mudah. Kesalahpahaman kita dan ketidaktahuanku akan apa yang telah dan sedang terjadi, membuat segalnya abu-abu. Betapa mengihklaskan tak pernah begitu mudah dan merelakan yang pergi tanpa ucap pisah sungguhlah sangat susah.

Akhir-akhir ini aku sudah melakukan banyak hal sendirian tanpa ikut campur dirimu diotakku. Apalagi, minggu lalu aku mencoba fokus pada ujian semesterku. Semua tentangmu terasa mulai pudar, kau terasa semu bagiku. Hari-hari yang dulu aku dan kamu lalui meski dalam ketikan jemari yang mungkin tak berarti apa-apa bagimu tapi istimewa bagiku. Ya, hanya dalam ketikan, karna kita jarang sekali bertemu meski kita berada dalam satu kota yang sama. Kita memiliki kebiasaan dan hobby yang sama; berdiam diri dirumah bersama social media yang taklagi menarik. 

Tapi, susah memang kalau munafik soal hati, lebih susah lagi kalau membohongi perasaan sendiri. Kamu belum sepenuhnya musnah dari pikiranku apalagi hatiku. Aku merindukanmu. Kepo melalui akun social mediamu adalah satu-satunya cara yang bisa dan biasa aku lakukan untuk mengintip hari-harimu saat ini. Hasilnya adalah aku tau bahwa kamu sedang dekat dengan beberapa perempuan yang kukenal. Dan seperti biasa, aku membangun persepsiku sendiri. Aku sempat berfikir lebih baik tidak tau daripada tau tapi menyakitkan. Ya, aku cemburu, pada seseorang yang tak pernah kumiliki dan bahkan kini taklagi dekat.

Tidak mudah jadi seseorang yang harus terlihat baik-baik saja dipublik dan didepan kamu yang lebih memilih mencari orang baru yang biasanya diawal memang terlihat lebih. Ada yang sebenarnya tak mau kehilangan tapi harus melepaskan meski tak pernah memiliki. Ada!

***

Malam itu tak ada hujan yang menyelimuti kotaku, namun terasa lebih dingin dari biasanya, kantukpun tak kunjung menyapaku. Pikiranku bercampur aduk seperti kaset yang bergonta-ganti dipikiranku secara otomatis. Kau mendominasi dipikiranku, kerinduan akan sapaanmu diujung telvon seperti dulu menghalangi kantuk dariku. 

Aku masih canggung dengan dirimu yang sekarang. Kita kembali dekat tapi tidak seperti dulu. Kau tak lagi pernah menelfonku. Takada lagi sapaan hangat diujung telvon, tak ada lagi nyanyian untukku walau dengan sedikit paksaan, tak ada lagi ucapan pengantar tidur dari bibirmu yang membuat tidurku terasa lebih nyenyak. Aku merindukan saat-saat itu, sungguh!

Malam semakin larut, kau mungkin sudah terpulas diranjang empukmu. Aku bosan namun mata enggan terpejam. Aku berusaha melarikan diri dari kebosanan malam itu dengan stalking akun social mediamu dan orang-orang yang kutau pernah dekat denganmu. Tak ada yang special, tak ada update terbaru darimu. Begitupun dengan mereka, takada tanda-tanda yang menunjukkan tentang dirimu atau mungkin aku yang tidak tau.

Sedikit lega dengan hasil kepoku malam ini, tidak adanya hal-hal aneh tentangmu dengan mereka. Perasaanku sedikit tenang walau rindu ini tak kunjung terobati. Kantukpun mulai menghampiriku. Aku membereskan perlatan belajarku setelah mengerjakan beberapa tugas yang dapat terselesaikan malam itu. Doa mengawali tidurku, berharap Tuhan menghadirkanmu bermain didalam mimpi indahku saat terlelap dan menjagaku hingga terbangun nanti.

Esok harinya mataku sulit terbuka, nyawaku belum sepenuhnya dalam ragaku. Orang tuaku membangunkanku dengan menggedor-gedor pintu kamarku begitu keras karena waktu hampir menujukkan pukul 06:15 pagi, aku sudah menduga nantinya aku akan terlambat kesekolah. Seperti biasa, handphone-lah yang pertama aku cari. Melihat-lihat social media milikku meski tak ada yang penting maupun menarik.

Twitter, aku melihat seisi timeline lalu dia yang kutau pernah dekat denganmu itu mucul. Ya, tanpa niat stalking aku melakukannya lagi dipagi hari yang pastinya semakin membuatku telat datang kesekolah. Aku terperanjak, header-nya seperti familiar bagiku. Graffiti. Mataku taklagi mengantuk, aku tersadar sepenuhnya dari tidurku. Jantungku berdegup cepat dan mataku terbelalak, hal yang tak pasti namun membuatku cukup sakit dan bahkan kutak pernah berhak jadi siapa-siapamu untuk merasakan sakit ini.

Emosiku tak terkontrol baik namun aku masih bisa berpikir mana yang sewajarnya aku lakukan. Aku mengirimkan sebuah Direct Message kepadanya. Menanyakan kepadanya tentang hal tersebut dengan alasan ingin memiliki itu juga. Tentu apa yang aku kirim tidak sesuai dengan hatiku ingin katakan, memang mulut bukan penyampai amanah yang baik. Lalu dia hanya menjawab kalau itu dari kekasihnya. Kutau, nama kekasihnya tercantum di bionya dan bahkan aku tak mengenal kekasihnya tersebut, sedikit lega namun hati dan fikiranku tak henti memperdebatkan hal yang tak pasti tersebut yang semakin memperkeruh pikiranku yang seharusnya jernih dipagi hari. Kusudai percakapan singkat itu dan bersiap untuk sekolah.

Kamu mungkin mengerti mengapa aku sebegitu tersentaknya saat melihat itu walau mungkin kamu tak tau dengan apa yang terjadi pagi itu dan sebenarnya aku juga tak begitu yakin kalau itu darimu. Aku yang lebih dulu mengenalmu, memintamu untuk membuatkanku karya seni yang kau kuasai itu namun tak kunjung kudapatkan hingga saat ini. Itulah sebab mengapa aku begitu sakit melihatnya memiliki itu yang kutau baru dekat denganmu.

***

Tetes air mata mengiringi jentik jemari dilaptopku, aku melanjutkan tulisanku tentangmu yang tak kunjung tuntas ini. Kau datang dan pergi sesuka hati, pergi tanpa memikirkan perasaanku lalu datang seakan tanpa dosa lalu merajut asaku kembali. Dekat kemudian menjauh, datang dengan membawa kedektan dulu membuatku berharap kembali lalu melenggang pergi tanpa sebab dan alasan seenak yang kamu mau. Kini ada lagi yang berubah, perubahan yang tak kumengerti mengapa, yang membuatku semakin terpuruk dalam kehidupan yang sejak dulu tak kusenangi ini. Perubahan yang terasa begitu cepat.

Entah masalah apa dan siapa yang memulai aku bahkan tak mengerti. LED handphone-ku yang kuharapkan menyala karena dirimu kini lenyap seketika. Tak akan lagi ada secarik pesan singkat darimu, untuk selamanya. Mengapa selalu begini? Semua selalu terjadi disaat yang tidak tepat. Kau seperti kilat yang tiba-tiba menyambar dan mematahkan semua semangatku, seperti saat-saat ujian semester mendekati dan aku seakan taklagi bersemangat untuk itu.

Belum lama sebuah pertemuan yang membuat sedikit semangat dihatiku yang kini engkau sendiri pula patahkan. Aku bahkan tak menyangka akan merindukan pertemun terakhir tanpa ucap itu; pertemuan yang sebenarnya mengesalkan bagiku. Pertemuan yang begitu banyak dramatisir darimu, pertemuan seperti antara orang yang tak saling mengenal dalam jarak yang begitu dekat. Aku merindukan itu, aku merindukan saat kamu tatap aku yang tak berani menatapmu, bukan berjauhan seperti ini.

Aku berterimakasih. Setidaknya, ada lagi kenangan manis yang bisa aku kenang; pertemuan mengesalkan yang membahagiakan diulang tahunku yang ketujuh belas itu kini menjadi pertemuan terakhir kita. Ingin rasanya aku meminjam alat mesin waktu milik Doraemon untuk membuat saat-saat seperti itu terjadi lagi. Tapi aku tak bisa mengembalikan kamu yang dulu dan semua kejadian-kejadian manis itu, karna aku tak punya mesin waktu. 

Maukah kamu tau tentang kabarku? Hingga detik ini, aku masih sering merindukanmu, merindukan sosok pemalu yang tak berani berucap banyak yang membuatmu seperti bersifat cool, merindukan pesan singkatmu yang biasanya mampir di inbox handphone-ku. Aku berusaha mengobati rinduku dengan melihat isi timeline twitter dan wall facebook-mu yang sebenarnya tak begitu update. Melihat captures percakapan kita kira-kira selama dua tahun lalu yang malah semakin membuatku merindukanmu. Membayangkanmu yang kini tak lagi sama seperti dulu, yang berubah secepat kilat yang engkau sambarkan padaku untuk mematahkan semangat yang tersisa dalam hidupku; menyakitkan. Entah kekuatan apa yang kamu miliki hingga membuatku sebegini hancur.

Saat keadaan hancur dalam keterpurukan yang disebabkan olehmu ini, aku sangat ingin kamu perhatiakan seperti dua tahun lalu, atau mungkin seperti beberapa saat menjelang perpisahan ini terjadi. Saat semua masih terasa begitu manis, saat pesan singkat, bbm dan sapaan hangatmu sebelum aku terlelap yang dipenuhi kata-kata dan emoticon yang melayangkanku membuat ketenangan dan kedamaian dalam hatiku. Rasanya, waktu mengalir begitu cepat. Dua tahun lalu saat perkenalan manis itu terjadi yang terasa seperti baru saja kemarin berlalu, mengapa kini kita sudah berjauhan saja? Andai aku tau akhir dari semua perkenalan manis itu seperti ini, takkan kugubris kedatanganmu yang menyelinap masuk kedalam hatiku untuk membuatku semakin hancur.

Aku tau, kamu punya banyak kenalan baru yang jauh lebih baik dari apa yang aku miliki, kemudian kamu melupakanku. Dan aku juga tau, dia yang kini kamu cintai dia yang baru saja kamu kenal yang sepertinya telah membuatmu nyaman, tertarik, penasaran, dan bahkan jatuh cinta. Dia yang belum benar-benar kau kenali, yang belum kau ketahui sifat aslinya luar dalam. Betapa bodohnya aku yang masih mencintaimu walau sudah mengetahui cintamu padanya. Aku masih belum bisa melupakanmu, sosok malaikat yang aku kira akan selalu membawaku terbang ternyata menghancurkanku. Kamu masih sering mampir diotakku, yang sebenarnya sudah berisi segala tentangmu. Aku mencintai sosok yang sudah lama aku kenal tapi tak kunjung kumengerti, dan kamu tak mau tau seberapa dalam perasaanku padamu. Ingin aku meluapkan semua rasa yang tertahankan dengan berteriak sekencang-kencangnya ditelingamu.

Aku ingin tau cara menolak, melupakan, dan meniadakan bayang dan semua tentangmu. Andaikan aku punya mesin waktu itu, takkan sesulit ini aku melupakan sosok penghancur itu. Mungkin Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk kau dan aku yang tak kunjung menyatu tapi telah berpisah ini, dan mungkin belum saatnya aku mengerti apa yang direncanakan Tuhan untukku. Namun aku tak akan pernah menyesali semua ini, setidaknya ada pelajaran yang dapat aku ambil dari perkenalan singkat kita. Asalkan kamu tau, aku tak pernah meminta dan memohon untuk mencintaimu. Perasaan ini, rasa yang kau sendiri suguhkan, datang tanpa izinku yang tak bisa kutolak.

Tak banyak yang tau bahwa aku masih sangat mencintaimu. Tak ada yang tau bahwa air mata ini masih sering terjatuh untukmu. Yang mereka tau aku hanyalah persingahanmu, yang menjadi penghibur dan temanmu dikala kamu bosan dan tak ada yang menemanimu. Mereka tak pernah tau betapa kita pernah berjalan begitu jauh dan aku bermimpi rasa ini berakhir dengan penyatuaan. Tak banyak yang tau, mereka yang hingga saat ini selalu menanyakan keadaanku lalu menyalahkanku dan menertawakan kisah kita, kisah yang tak berujung, kisah yang seharusnya belum selesai.

Andai mesin waktu itu benar-benar ada, andai semua peristiwa manis itu dapat aku simpan dalam sebuah DVD, pasti aku akan selalu berkutat dengan mesin-mesin khayalanku itu. Aku ingin mengulang masa-masa perkenalan kita, masa-masa saat aku dan kamu masih baik-baik saja. Dan jika aku bisa kembali pada masa-masa itu, kanku ubah semua sikap dan sifat burukku yang mungkin menyebabkan kamu pergi secepat ini. Terima kasih!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: THE BODY SHOP SKIN DEFENCE MULTI-PROTECTION ESSENCE SPF 50 PA++++

Pertemuan Tak Sengaja

MODEL PEMBELAJARAN PEMROSESAN INFORMASI