Datang dan Pergi
Kamu mulai memanggilku dengan panggilan-panggilan menjengkelkan namun
manis dan emoticon yang membuat
kuterbang. Pertukaran nomor telfon yang membuat kita semakin mendekat, saling
mengirim pesan singkat saat salah satu dari kita tidak mengaktifkan paket bbm. Kamu juga sering menelvonku tanpa
kuminta. Sampai suatu ketika, diujung telfon sana kau tiba-tiba mengatakan
bahwa kamu tak ingin mempunyai status dengan seseorang yang sudah begitu dekat,
kamu takut jika suatu saat nanti hubungan itu berakhir dan tidak sedekat
sebelumnya. Kamu benar, aku sependapat denganmu. Tapi untuk apa kau mengatakan
hal itu kepadaku? Dan entah mengapa saat itu hatiku tak menentu dan kebingungan.
Perlahan rasa itu membuat aku takut akan pernyataan itu tertuju untuk orang
lain dan disis lain entah mengapa aku ingin pernyataan itu untukku.
Tak dapat kupungkiri kita semakin lama semakin dekat semakin saling
mengenal bahkan kita sering menertawakan sifat buruk kita masing-masing, aku
mulai terbiasa denganmu aku mulai merasa nyaman dengan kedekatan kita walau
hanya sebatas malalui handphone.
Sebenarnya kita bisa saja bertemu secara tak sengaja karna jarak rumah kita
sebenarnya tak begitu jauh tapi entah mengapa pertemuan itu jarang sekali
terjadi. Aku tak ingin hanya sebatas berteman didunia maya. Kita bertemu dalam
sebuah janji khusus. Pertemuan yang cukup menciptakan kenangan manis diantara
hunbungan kita yang tidak menentu. Pertemuan yang hanya diketahui oleh kita
berdua dan Tuhan, pertemuan yang bahkan aku rahasiakan dari sahabat-sahabatku.
Rasa ini mulai menggangguku, mulai menakutiku akan sebuah perpisahan
yang bisa terjadi kapan saja dalam berbagai sebab. Aku merasa bersalah pada
diriku sendiri. Mengapa dulu kubiarkan kau masuk kedalam hari-hariku? Mengapa
kugubris semua candaanmu? Mengapa ku bebaskan kau mengetuk pintu hatiku lalu
berdiri disana, tidak masuk namun juga menghalangi orang lain masuk? Aku bahkan
tak tau, apa ini cinta atau hanya sekedar rasa nyaman yang berlebihan? Apa ini
hanya rasa suka dan ketertarikan sesaat? Tapi andai kau tau setiap hari kita
bercanda, setiap kamu menyapa aku lebih dulu dan setiap jengkal detik yng kita
gunakan untuk tertawa walau tanpa suara; sungguh aku menghargai saat-saat itu.
Sejak kamu berada dalam list nama
orang yang kusebut dalam setiap doa. Kamu sudah berada disana, dihatiku; yang
dulu kuyakini tidak akan dihuni oleh pria sepertimu.
Memang, dari dulu aku tak pernah meminta kepastian karna aku tak ingin
kau menjauh, karna aku nyaman dengan kita yang dekat. Lagi pula aku tak punya
cukup keberanian untuk memulai, terlebih karna ucapanmu diujung telfon kala
itu. Aku takut kamu rishi lalu menjauhiku, itu malah membuatku semakin sakit. Tapi,
aku merasa malas dan sakit hati jika melihat kamu dekat dengan orang lain, apa
ini yang dinamakan cemburu? Dan aku mulai takut kehilnganmu meski kamu bukan
siapa-siapaku. Aku mencintaimu tapi aku tau bahwa kita tak akan pernah bersatu,
entahlah mengapa aku bisa berkata seperti itu, kalimat itu seperti isyarat agar
aku tak terlalu berharap padamu.
Aku berusaha menghilangkan rasa ini padamu, aku memanfaatkan orang
yang mencitaiku dengan tulus dan menjadikan mereka sebagai pelarianku. Namun
semuanya sia-sia, sudah dua orang pria yang menjadi mantan kekasihku sejak aku
mengenalmu. Tapi hatiku masih untukmu. Selama rentang waktu aku menjalani
hubungan bersama mereka, aku mencoba untuk mengabaikanmu, untuk tidak
memperdulikanmu dan tidak berkomunikasi denganmu; agar aku bisa melupakanmu dan
terbiasa tanpa hadirmu. Selama beberapa bulan itu sungguh menyiksaku. Semuanya
percuma, pelarian hanya semakin membuatku sakit hingga memutuskan untuk tidak
lagi memanfaatkan orang-orang yang mencintaiku sebagai pelarian darimu.
Aku masih belum bisa melupakanmu. Setelah hubunganku berakhir dengan
mereka, saat kamu berulang tahun; aku mengucapkan selamat kepadamu melalui
jejaring social bbm secara sederhana.
Itu awal kedekatan kita lagi setelah lama tak berkomunikasi. Lalu aku mencoba
mengujimu atau mungkin diriku sendiri; karna itu menyikasaku. Aku berjanji pada
diriku sendiri untuk tidak mengabarimu dan kamu marah karna hal itu. Aku bahkan
tak menyangka akan sesenang itu saat kamu marah padaku. Namun itu tak
berlangsung lama. Sekarang tidak lagi seperti dulu, kamu tiba-tiba menjauh
tanpa alasan yang tak kupahami. Kuterima diammu dengan cuma-cuma, kubalas sikap
dinginmu dengan tak banyak suara. Kuhargai semua bisumu yang hanya bisa
munculkan tanya. Aku ingin tau, apa sesungguhnya yang ada didalam hatimu?
Apakah orang-orang baru yang lebih baik dariku?
Aku masih ingat kita pernah begitu hangat. Tak ada kata cinta dan tak
ada ungkapan perasaan. Tapi kupikir semua itu tak kita butuhkan; aku dan kamu sudah
begitu nyaman dengan keadaan yang selama ini walau tanpa kejelasan. Aku juga
masih ingat percakapan kita kala itu, kata-kata didalamnya tak pernah
kulupakan. Kalau aku bisa minta kepada Tuhan untuk menyimpan semua itu dengan
sangat rapi dan bisa mengulangi peristiwa-peristiwa manis itu lagi, aku tak
segan-segan berkorban apapun, asal kita bisa seperti dulu lagi; tidak menjauh
seperti ini.
Dari saat itu kita tak ada lagi berkomunikasi. Kabarmu hanya aku
curi-curi dari akun Twitter, Facebook ataupun
BBM. Jujur, jika kamu ingin tau; aku
tersiksa selama beberapa bulan itu. Terutama ketika kita bertemu secara tidak
sengaja. Aku berusaha bisu; berusaha tidak perduli, memalingkan wajah acuh tak
acuh dan tidak bertanya tentang
perubahan sikapmu yang membuatku bingung karna tak kunjung mengerti isi
pikiranmu. Apa yang bisa kulakukan agar aku tetap bertahan? Kularikan
perasaanku kedalam tulisan; tempat dimana aku bisa menangis pilu tanpa membuat
tuli telinga orang disekitarku. Aku rindu kamu, candaanmu dan kita yang pernah
lebih baik dari saat ini. Aku tak bisa berbuat banyak selain menunggu kamu
bicara lebih dulu. Aku masih kuat membisu, meskipun rasa bodoh ini tak ingin
melupakanmu; gengsiku terlalu tinggi namun itulah wanita sesungguhnya.
Kalau aku punya keberanian lebih, rasanya aku ingin bertanya sesuatu
padamu. Seberapa butakah matamu sehingga tak melihat perhatianku? Seberapa
matikah perasaanmu sehingga kamu tak sadar ada seseorang yang berjuang untukmu?
Mengapa kamu begitu mudah mengakhiri yang kupikir bisa berjalan lebih lama dari
ini? Kamu tega sekali! Apa kamu tau rasanya jadi aku; terus bertanya tentang
perasaanmu? Apa kamu tau rasanya bertingkah seolah tak ada rasa, seakan lupa
segalanya, seakan semua tak pernah terjadi? Kualami hal berat itu saat ini.
***
Beberapa bulan kemudian kita yang kembali berkomunikasi namun tak
sedekat awal perkenalan dulu. Aku lupa mengapa engkau bisa kembali dan mengajakku
terbang lagi. Namun itu tak berlangsung lama, perpisahan terjadi lagi dan kamu
mulai merajai ingatan kulagi. Kita yang dulu sempat berpisah lalu kembali dalam
hubungan yang entah disebut apa. Waktu berjalan begitu cepat yang bergerak
tanpa jerat pengikat. Belum berselang lama kita kembali, waktu sudah memutar
balikkan segala yang sempat indah. Aku tak tahu selama ini kau artikan apa
kebersamaan kita yang mungkin sudah melewati dua tahun lebih ini.
Kita terpisah lagi oleh kesalahpahaman yang bahkan aku sendiri tak
mengerti. Apa ini ujian dari Tuhan lagi? Mungkin hanya untukku tapi kemerdekaan bagimu. Semua telah berubah,
begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita yang tak mungkin bersatu
ini. Selama ini aku mencoba tak bicara, aku mencoba menerima bahwa kita tak
lagi sama. Kita yang pernah dekat, kini begitu jauh dan semakin jauh. Semoga
ini bukan pertanda bahwa kamu bukan lagi sosok indah yang kukenal. Aku tidak
tau apakah semua perubahan ini hanya karena kamu bosan dan risih akan hadirku
dan semua perhatianku. Memang aku tak kuat membendung rasa sayangku yang
mengalir begitu saja dalam setiap perhatian yang kuberikan padamu.
Kulewati hari-hari yang sudah tak misterius lagi; semua telah
tertebak. Hari-hariku terasa hambar, tak ada sapaan darimu yang menjadi moodbooster kulagi. Harapanku terlalu
jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu; seperti saat pertama kita kenal.
Saat hanya kau yang mengisi hari-hariku juga inbox handphone-ku. Realita yang kutakuti itu terjadi, kehilanganmu tanpa
sebab yang jelas membuat air mataku mengalir deras tanpa hambat. Aku sulit
menerima kenyataan bahwa aku taklagi dalam lingkup semestamu.
Semua kenangan bergantian melewati otakku. Aku kembali mengingat
perkenalan kita yang tidak sengaja tapi manis kala itu. Aku baru sadar,
ternyata kita dulu sempat begitu manis sebelum kau menjauh tanpa sebab seperti
saat ini. Aku terbiasa akan hadirmu dalam hari-hariku. Aku terlalu lelah memikirkan
keadaan ini yang tak mungkin kembali lagi. Semua sudah jelas, namun masih sulit
untuk kupahami.
Realita lebih kuat dari khayalan semuku yang kupikir akan menjadi
kenyataan. Jika dulu kita namun tanpa kejelasan begitu manis, entah mengapa
sekarang menjadi begitu miris. Memang persepsiku yang melebih-lebihkan
segalanya. Wajar saja, karna aku menyayangimu! Kau berada diperingkat kedua
sebagai orang terpenting dalam hidupku, setelah orangtuaku. Kau berada disetiap
doa setelah sujudku kepada Tuhan.
Aku tak berharap kau mengetahui rasa ini tapi aku tak begitu yakin
dengan harapanku. Mungkin kau sudah menyadarinya meski aku telah berusaha keras
bersikap biasa saja layaknya aku kepada teman-temanku, tapi kamu lebih memilih
diam. Entah memang kau masih memegang ucapanmu yang tak ingin berstatus dengan
seseorang yang sudah terlalu dekat denganmu atau mungkin kau mencintai orang
lain namun juga tak ingin menyakiti hatiku?!
Aku diam bukan karena tidak peduli. Aku diam karna melihatmu yang kini
berubah dan tidak lagi seperti dulu. Seandainya kamu tau, melepaskan yang
hampir tergenggam bukanlah hal yang mudah. Tidak akan pernah mudah.
Kesalahpahaman kita dan ketidaktahuanku akan apa yang telah dan sedang terjadi,
membuat segalnya abu-abu. Betapa mengihklaskan tak pernah begitu mudah dan
merelakan yang pergi tanpa ucap pisah sungguhlah sangat susah.
Akhir-akhir ini aku sudah melakukan banyak hal sendirian tanpa ikut
campur dirimu diotakku. Apalagi, minggu lalu aku mencoba fokus pada ujian
semesterku. Semua tentangmu terasa mulai pudar, kau terasa semu bagiku.
Hari-hari yang dulu aku dan kamu lalui meski dalam ketikan jemari yang mungkin
tak berarti apa-apa bagimu tapi istimewa bagiku. Ya, hanya dalam ketikan, karna
kita jarang sekali bertemu meski kita berada dalam satu kota yang sama. Kita
memiliki kebiasaan dan hobby yang sama; berdiam diri dirumah bersama social
media yang taklagi menarik.
Tapi, susah memang kalau munafik soal hati, lebih susah lagi kalau
membohongi perasaan sendiri. Kamu belum sepenuhnya musnah dari pikiranku
apalagi hatiku. Aku merindukanmu. Kepo melalui akun social mediamu adalah
satu-satunya cara yang bisa dan biasa aku lakukan untuk mengintip hari-harimu
saat ini. Hasilnya adalah aku tau bahwa kamu sedang dekat dengan beberapa
perempuan yang kukenal. Dan seperti biasa, aku membangun persepsiku sendiri.
Aku sempat berfikir lebih baik tidak tau daripada tau tapi menyakitkan. Ya, aku
cemburu, pada seseorang yang tak pernah kumiliki dan bahkan kini taklagi dekat.
Tidak mudah jadi seseorang yang harus terlihat baik-baik saja dipublik
dan didepan kamu yang lebih memilih mencari orang baru yang biasanya diawal
memang terlihat lebih. Ada yang sebenarnya tak mau kehilangan tapi harus
melepaskan meski tak pernah memiliki. Ada!
***
Malam itu tak ada hujan yang menyelimuti kotaku, namun terasa lebih
dingin dari biasanya, kantukpun tak kunjung menyapaku. Pikiranku bercampur aduk
seperti kaset yang bergonta-ganti dipikiranku secara otomatis. Kau mendominasi
dipikiranku, kerinduan akan sapaanmu diujung telvon seperti dulu menghalangi
kantuk dariku.
Aku masih canggung dengan dirimu yang sekarang. Kita kembali dekat
tapi tidak seperti dulu. Kau tak lagi pernah menelfonku. Takada lagi sapaan
hangat diujung telvon, tak ada lagi nyanyian untukku walau dengan sedikit paksaan,
tak ada lagi ucapan pengantar tidur dari bibirmu yang membuat tidurku terasa
lebih nyenyak. Aku merindukan saat-saat itu, sungguh!
Malam semakin larut, kau mungkin sudah terpulas diranjang empukmu. Aku
bosan namun mata enggan terpejam. Aku berusaha melarikan diri dari kebosanan
malam itu dengan stalking akun social
mediamu dan orang-orang yang kutau pernah dekat denganmu. Tak ada yang special,
tak ada update terbaru darimu. Begitupun dengan mereka, takada tanda-tanda yang
menunjukkan tentang dirimu atau mungkin aku yang tidak tau.
Sedikit lega dengan hasil kepoku malam ini, tidak adanya hal-hal aneh
tentangmu dengan mereka. Perasaanku sedikit tenang walau rindu ini tak kunjung
terobati. Kantukpun mulai menghampiriku. Aku membereskan perlatan belajarku setelah
mengerjakan beberapa tugas yang dapat terselesaikan malam itu. Doa mengawali
tidurku, berharap Tuhan menghadirkanmu bermain didalam mimpi indahku saat
terlelap dan menjagaku hingga terbangun nanti.
Esok harinya mataku sulit terbuka, nyawaku belum sepenuhnya dalam
ragaku. Orang tuaku membangunkanku dengan menggedor-gedor pintu kamarku begitu
keras karena waktu hampir menujukkan pukul 06:15 pagi, aku sudah menduga
nantinya aku akan terlambat kesekolah. Seperti biasa, handphone-lah yang pertama aku cari. Melihat-lihat social media
milikku meski tak ada yang penting maupun menarik.
Twitter, aku melihat seisi timeline lalu dia yang kutau pernah dekat denganmu itu mucul. Ya,
tanpa niat stalking aku melakukannya
lagi dipagi hari yang pastinya semakin membuatku telat datang kesekolah. Aku
terperanjak, header-nya seperti
familiar bagiku. Graffiti. Mataku taklagi mengantuk, aku tersadar sepenuhnya
dari tidurku. Jantungku berdegup cepat dan mataku terbelalak, hal yang tak
pasti namun membuatku cukup sakit dan bahkan kutak pernah berhak jadi
siapa-siapamu untuk merasakan sakit ini.
Emosiku tak terkontrol baik namun aku masih bisa berpikir mana yang
sewajarnya aku lakukan. Aku mengirimkan sebuah Direct Message kepadanya. Menanyakan kepadanya tentang hal tersebut
dengan alasan ingin memiliki itu juga. Tentu apa yang aku kirim tidak sesuai
dengan hatiku ingin katakan, memang mulut bukan penyampai amanah yang baik.
Lalu dia hanya menjawab kalau itu dari kekasihnya. Kutau, nama kekasihnya
tercantum di bionya dan bahkan aku tak mengenal kekasihnya tersebut, sedikit
lega namun hati dan fikiranku tak henti memperdebatkan hal yang tak pasti
tersebut yang semakin memperkeruh pikiranku yang seharusnya jernih dipagi hari.
Kusudai percakapan singkat itu dan bersiap untuk sekolah.
Kamu mungkin mengerti mengapa aku sebegitu tersentaknya saat melihat
itu walau mungkin kamu tak tau dengan apa yang terjadi pagi itu dan sebenarnya
aku juga tak begitu yakin kalau itu darimu. Aku yang lebih dulu mengenalmu,
memintamu untuk membuatkanku karya seni yang kau kuasai itu namun tak kunjung
kudapatkan hingga saat ini. Itulah sebab mengapa aku begitu sakit melihatnya
memiliki itu yang kutau baru dekat denganmu.
***
Tetes air mata mengiringi jentik jemari dilaptopku, aku melanjutkan
tulisanku tentangmu yang tak kunjung tuntas ini. Kau datang dan pergi sesuka
hati, pergi tanpa memikirkan perasaanku lalu datang seakan tanpa dosa lalu
merajut asaku kembali. Dekat kemudian menjauh, datang dengan membawa kedektan
dulu membuatku berharap kembali lalu melenggang pergi tanpa sebab dan alasan
seenak yang kamu mau. Kini ada lagi yang berubah, perubahan yang tak kumengerti
mengapa, yang membuatku semakin terpuruk dalam kehidupan yang sejak dulu tak
kusenangi ini. Perubahan yang terasa begitu cepat.
Entah masalah apa dan siapa yang memulai aku bahkan tak mengerti. LED handphone-ku yang kuharapkan menyala
karena dirimu kini lenyap seketika. Tak akan lagi ada secarik pesan singkat
darimu, untuk selamanya. Mengapa selalu begini? Semua selalu terjadi disaat
yang tidak tepat. Kau seperti kilat yang tiba-tiba menyambar dan mematahkan
semua semangatku, seperti saat-saat ujian semester mendekati dan aku seakan
taklagi bersemangat untuk itu.
Belum lama sebuah pertemuan yang membuat
sedikit semangat dihatiku yang kini engkau sendiri pula patahkan. Aku bahkan
tak menyangka akan merindukan pertemun terakhir tanpa ucap itu; pertemuan yang
sebenarnya mengesalkan bagiku. Pertemuan yang begitu banyak dramatisir darimu,
pertemuan seperti antara orang yang tak saling mengenal dalam jarak yang begitu
dekat. Aku merindukan itu, aku merindukan saat kamu tatap aku yang tak berani
menatapmu, bukan berjauhan seperti ini.
Aku berterimakasih. Setidaknya, ada lagi
kenangan manis yang bisa aku kenang; pertemuan mengesalkan yang membahagiakan diulang
tahunku yang ketujuh belas itu kini menjadi pertemuan terakhir kita. Ingin
rasanya aku meminjam alat mesin waktu milik Doraemon untuk membuat saat-saat
seperti itu terjadi lagi. Tapi aku tak bisa mengembalikan kamu yang dulu dan
semua kejadian-kejadian manis itu, karna aku tak punya mesin waktu.
Maukah kamu tau tentang kabarku? Hingga detik ini, aku masih sering
merindukanmu, merindukan sosok pemalu yang tak berani berucap banyak yang
membuatmu seperti bersifat cool,
merindukan pesan singkatmu yang biasanya mampir di inbox handphone-ku. Aku berusaha mengobati rinduku dengan melihat isi timeline twitter dan wall facebook-mu
yang sebenarnya tak begitu update.
Melihat captures percakapan kita
kira-kira selama dua tahun lalu yang malah semakin membuatku merindukanmu.
Membayangkanmu yang kini tak lagi sama seperti dulu, yang berubah secepat kilat
yang engkau sambarkan padaku untuk mematahkan semangat yang tersisa dalam
hidupku; menyakitkan. Entah kekuatan apa yang kamu miliki hingga membuatku
sebegini hancur.
Saat keadaan hancur dalam keterpurukan yang disebabkan olehmu ini, aku
sangat ingin kamu perhatiakan seperti dua tahun lalu, atau mungkin seperti
beberapa saat menjelang perpisahan ini terjadi. Saat semua masih terasa begitu
manis, saat pesan singkat, bbm dan
sapaan hangatmu sebelum aku terlelap yang dipenuhi kata-kata dan emoticon yang melayangkanku membuat
ketenangan dan kedamaian dalam hatiku. Rasanya, waktu mengalir begitu cepat.
Dua tahun lalu saat perkenalan manis itu terjadi yang terasa seperti baru saja
kemarin berlalu, mengapa kini kita sudah berjauhan saja? Andai aku tau akhir
dari semua perkenalan manis itu seperti ini, takkan kugubris kedatanganmu yang
menyelinap masuk kedalam hatiku untuk membuatku semakin hancur.
Aku tau, kamu punya banyak kenalan baru yang jauh lebih baik dari apa
yang aku miliki, kemudian kamu melupakanku. Dan aku juga tau, dia yang kini
kamu cintai dia yang baru saja kamu kenal yang sepertinya telah membuatmu
nyaman, tertarik, penasaran, dan bahkan jatuh cinta. Dia yang belum benar-benar
kau kenali, yang belum kau ketahui sifat aslinya luar dalam. Betapa bodohnya
aku yang masih mencintaimu walau sudah mengetahui cintamu padanya. Aku masih
belum bisa melupakanmu, sosok malaikat yang aku kira akan selalu membawaku
terbang ternyata menghancurkanku. Kamu masih sering mampir diotakku, yang
sebenarnya sudah berisi segala tentangmu. Aku mencintai sosok yang sudah lama
aku kenal tapi tak kunjung kumengerti, dan kamu tak mau tau seberapa dalam
perasaanku padamu. Ingin aku meluapkan semua rasa yang tertahankan dengan
berteriak sekencang-kencangnya ditelingamu.
Aku ingin tau cara menolak, melupakan, dan meniadakan bayang dan semua
tentangmu. Andaikan aku punya mesin waktu itu, takkan sesulit ini aku melupakan
sosok penghancur itu. Mungkin Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk kau dan
aku yang tak kunjung menyatu tapi telah berpisah ini, dan mungkin belum saatnya
aku mengerti apa yang direncanakan Tuhan untukku. Namun aku tak akan pernah
menyesali semua ini, setidaknya ada pelajaran yang dapat aku ambil dari
perkenalan singkat kita. Asalkan kamu tau, aku tak pernah meminta dan memohon
untuk mencintaimu. Perasaan ini, rasa yang kau sendiri suguhkan, datang tanpa
izinku yang tak bisa kutolak.
Tak banyak yang
tau bahwa aku masih sangat mencintaimu. Tak ada yang tau bahwa air mata ini
masih sering terjatuh untukmu. Yang mereka tau aku hanyalah persingahanmu, yang
menjadi penghibur dan temanmu dikala kamu bosan dan tak ada yang menemanimu.
Mereka tak pernah tau betapa kita pernah berjalan begitu jauh dan aku bermimpi
rasa ini berakhir dengan penyatuaan. Tak banyak yang tau, mereka yang hingga
saat ini selalu menanyakan keadaanku lalu menyalahkanku dan menertawakan kisah
kita, kisah yang tak berujung, kisah yang seharusnya belum selesai.
Andai mesin waktu itu benar-benar ada, andai
semua peristiwa manis itu dapat aku simpan dalam sebuah DVD, pasti aku akan
selalu berkutat dengan mesin-mesin khayalanku itu. Aku ingin mengulang
masa-masa perkenalan kita, masa-masa saat aku dan kamu masih baik-baik saja.
Dan jika aku bisa kembali pada masa-masa itu, kanku ubah semua sikap dan sifat
burukku yang mungkin menyebabkan kamu pergi secepat ini. Terima kasih!
Komentar
Posting Komentar