Kado Terindah


Sekarang sudah larut namun mataku tak kunjung ingin beristirahat meski sudah kucoba memejamkannya. Sudah beberapa hari ini mataku sembab, entahlah. Mataku yang kata orang-orang sudah sipit ini, kini kian menyipit. Bukan tanpa sebab, ada air yang begitu deras mengalir dipipiku akhir-akhir ini. Ceritanya telah usai, namun entah apa yang masih membuatku merasa ada yang mengganjal. Seakan susuatu ingin membuncah didadaku, sesak. Namun aku tak tahu bagaimana cara menghilangkannya.

Dimalam yang sunyi ini, aku hanya ditemani laptop dan alunan lagu One Oke Rock - Heartache, lagu yang mungkin mewakili perasaanku saat ini. Lagu yang seakan senada dan mengiringi kenangan-kenangan yang berlalu-lalang diotakku yang sempat kurekam dalam memori yang aku harap dalam memori jangka pendekku saja. Air mataku mengalir semakin deras ketika kenangan itu berputar diotakku, ketika aku menyadari bahwa hal tersebut tak akan lagi terulang, ketika aku menyadari bahwa aku takkan lagi menyium aroma khasmu, tidak akan bisa lagi menatap mata sayumu, tak ada lagi tawa diantara kita, tidak mungkin lagi untuk memelukmu. Aku merasa semua tidak adil ketika aku tidak lagi bisa apa-apa ketika aku merindukanmu.

Sungguh saat ini aku sangat merindukanmu. Aku rindu menatap wajahmu, aku rindu bersandar dibahumu, aku rindu akan tawamu, aku rindu melihatmu tanpa kacamata. Aku rindu semua yang ada dalam dirimu dan seandainya kamu disampingku saat ini, tidak akan aku berpikir panjang untuk memelukmu. Seandainya saat ini kamu bersamaku, aku ingin mengajakmu bertengkar soal pembicaraan kita mengenai akhir kisah kita, kisah yang sebenarnya belum dimulai.

Seandainya kamu sedang disampingku, maukah kamu mengajakku ketempat makanan kesukaanmu itu lagi? Seandainya kamu ada disini, maukah kamu menyuapiku lagi bakso pedas khas racikanmu itu? Seandainya kamu berada dalam pelukanku, maukah kamu dengan sabar menjabarkan rute perjalanan yang telah kita rencanakan itu? Seandainya hal tersebut tidak terjadi dan kamu masih disini, maukah kamu memelukku erat dan berjanji untuk tidak akan pernah pergi?

Katakan padaku, bahwa semua hal indah yang kita lewati meski tak berlangsung lama itu hanyalah sebuah mimpi indah yang berakhir buruk. Katakan padaku, bahwa caramu membuatku tertawa hanyalah respon dari rasa penasaranmu yang telah terjawab olehku. Katakan padaku, bahwa caramu membuatku bahagia itu hanyalah rekayasa skenario yang kamu mainkan padaku. Katakan padaku, bahwa kamu tidak mencintaiku. Buatlah aku membencimu, sehingga aku tidak perlu merasakan rindu sesakit ini.

Aku berharap, ketika aku bangun esok hari mataku tak sembab lagi dan tak ada bekas airmata dipipiku. Aku berharap, aku akan segera terbangun dari mimpi burukku yang panjang ini. Aku berharap, ketika nanti aku bangun aku ingin bangun dengan penuh rasa bahagia dan segera menjalankan rencana kita, namun hal yang aku harapkanlah yang hanya sekedar mimpi. Pertemuan ini terlalu singkat, masih banyak janjimu dan rencana kita yang belum terealisasi dan kamu pergi disaat aku tak bisa kehilanganmu.

Kamu mungkin ingat, atau mungkin hanya aku saja yang masih mengingatnya. Kita berada satu kelas dalam suatu mata kuliah umum semester itu. Di minggu pertemuan ketiga saat pertama kalinya kamu mengajakku berbincang, ingin rasanya aku mengulang saat itu. Saat senyummu yang tertuju padaku, saat tanganmu gemetar meminta kontakku, saat kebohongan belum kamu lakukan dan aku masih bisa mempercayaimu, saat semuanya masih baik-baik saja. Takkan kubiarkan emosi dan keegoisanku membuat hubungan yang entah disebut apa ini mengubah keadaan, mengubah persepsimu terhadapku.

Aku sungguh masih sangat bingung dan bertanya-tanya pada diriku sendiri. Aku tidak tau apa maksudnya, maksud dari kata-kata manismu yang menerbangkanku, maksud dari peluk eratmu, maksud dari menghentikan chatku bersama teman-teman laki-lakiku, maksud dari rangkul hangatmu. Sungguh aku tidak mengerti.

Ini semakin membingungkanku ketika kamu menyerah padaku, ketika kamu meninggalkanku, karna KITA berwatak egois. Lalu mengapa hanya aku yang dituntut untuk berubah? Bagaimana denganmu? Kamu memintaku mengubah sifat secara instan, namun disaatku meminta untuk kita mencoba lagi dan sama-sama berubah, kamu menolak dengan berkata “Tak semudah itu mengubah sifat”. Siapa yang benar-benar egois diantara kita? Jika hadirmu padaku hanya untuk membuatku jatuh cinta kemudian meninggalkanku begitu saja, sungguh kamu sudah benar-benar berhasil melakukannya. Jika datanganmu hanya sekedar menjawab rasa penasaranmu terhadapku, sungguh kamu pandai.

Maaf, karna aku tak sesuai persepsi awalmu. Maaf, tidak bisa seperti keinginanmu. Maaf, tidak mampu menjadi yang kamu minta. Maaf, karna inilah aku. Dan terimakasih untuk segalanya, untuk perpisahan yang kamu tawarkan ketika aku belum siap kala itu. Terimakasih, untuk kata dan sikap manismu yang sungguh meyakinkan itu. Terimakasih, untuk pangkuanmu yang terasa tulus namun entah itu hanya bagian dari skenariomu. Terimakasih, untuk kisah yang belum dimulai namun sudah selesai. Terimakasih, telah meninggalkanku secara baik-baik dan memilih mengejar mimpimu menuntut ilmu diseberang pulau sana, nantinya.

Dan terimakasih atas kehadiran sesaatmu yang telah meninggalkan luka dan sakit sebagai kado ulangtahun terindah dalam hidupku. Percayalah setidaknya aku telah mencoba sebisaku untuk menjadi yang kamu inginkan, karna aku mencintaimu. Tapi mungkin kamu tidak mengerti, semua kejujuran itu berarti bahwa aku sangat menghargai kehadiranmu, meskipun aku juga tidak mengerti apakah aku pernah berharga dihidupmu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: THE BODY SHOP SKIN DEFENCE MULTI-PROTECTION ESSENCE SPF 50 PA++++

Pertemuan Tak Sengaja

MODEL PEMBELAJARAN PEMROSESAN INFORMASI