Model Pembelajaran Sosial
Dikatakan model pembelajaran sosial,
karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model ini
menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model
dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam
berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara
produktif dalam masyarakat.
Dalam hal ini, akan dipelajari 3
model pembelajaran yang termasuk ke dalam pendekatan pembelajaran sosial, yaitu
(1) model pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial,
dan (3) model pembelajaran telaah atau kajian yurisprudensi.
A.
Model
Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Model role
playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan
peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut
kedalam sebuah pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu
model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid
untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi.
Oleh karena itu, bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid
seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan
pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Selain itu, role playing
sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar
membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang
lain saat menggunakan bahasa tutur.
Model
pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat berdasarkan asumsi bahwa
sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi
permasalahan kehidupan nyata, bermain peran dapat mendorong murid
mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskannya, dan bahwa proses psikologis
melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada kesadaran
melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Model role
playing dapat membimbing anak didik untuk memahami prilaku dan peran mereka
dalam interaksi sosial, agar mampu memecahkan masalah-masalah dengan lebih
efektif. Role playing dirancang secara husus oleh Fannie dan George Shaftel
untuk membantu anak didik mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial,
membantu mereka mengumpulkan dan mengolah informasi, mengembangkan empati dan
memperbaiki keterampilan sosial mereka. Dengan penyesuaian yang cocok, model
ini dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkat umur.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan, bahwa model role
playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran
tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk
keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan
didramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas.
a. Sintaks
Langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam model pembelajaran bermain peran menurut Suherman adalah:
§ Menyiapkan
skenario pembelajaran
§ Menunjuk
beberapa murid untuk mempelajari skenario tersebut
§ Pembentukan
kelompok murid
§ Penyampaian
kompetensi
§ Menunjuk
murid untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya
§ Kelompok
murid membahas peran yang dilakukan oleh pelaku.
§ Presentasi
hasil kelompok
§ Bimbingan
penyimpulan dan refleksi.
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, Prosedur bermain peran terdiri atas
sembilan langkah, yaitu: (1) persiapan/pemanasan, (2) memilih partisipan, (3)
menyiapkan pengamat (observer), (4) menata panggung atau tempat bermain peran,
(5) memainkan peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8)
diskusi dan evaluasi kedua, dan (9) berbagi pengalaman dan kesimpulan.
Manfaat yang dapat diambil dari model role playing adalah:
1.
Role playing dapat memberikan semacam hidden practise,
dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah
baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari.
2.
Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup
banyak, cocok untuk kelas besar.
3.
Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan
karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan
merasa senang karena bermain adalah dunia murid. Masuklah ke dunia murid,
sambil kita antarkan dunia kita.
b. Prinsip Reaksi
Untuk model pembelajaran ini, ada 5
prinsip reaksi yang penting.
a.
Pertama, guru harus menerima tanggapan dan saran
siswa, terutama pendapat dan perasaan mereka, tetapi tidak dengan mengevaluasi.
b.
Kedua, guru harus menanggapi sedemikian rupa sehingga
membantu siswa mengeksplorasi berbagai sisi situasi masalah, mengenali dan
membedakan titik pandang alternatif.
c.
Ketiga, dengan merefleksikan, parafrase, dan meringkas
tanggapan. Guru meningkatkan kesadaran siswa dari pandangan mereka sendiri dan
perasaan.
d.
Keempat, guru harus menekankan bahwa ada berbagai
konsekuensi hasil seperti yang dieksplorasi.
e.
Kelima, untuk menyelesaikan masalah, tidak ada cara
yang benar. Penting untuk melihat konsekuensi untuk mengevaluasi solusi.
c. Sistem Pendukung
Bahan untuk bermain peran yang
minimal tapi penting, alat kurikuler utama adalah situasi masalah. Namun,
kadang-kadang membuat selembar kertas untuk membantu peran masing-masing.
Lembaran ini menggambarkan peran atau karakter perasaan. Kadang-kadang, kami
juga mengembangkan bentuk untuk mengamati bahwa memberitahu mereka apa yang
harus dicari dan memberi mereka tempat untuk menuliskannya.
d. Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model ini cukup
terstruktur. Guru meiliki tanggung jawab, paling tidak pada awal permainan,
untuk memulai tahap-tahap dan emmbimbing siswa melalui aktivitas tiap tahap.
Kendatipun begitu, materi khusus dalam diskusi dan pemeranan sangat ditentukan
oleh siswa.
Pertanyaan yang diajukan guru
seharusnya dapat mendorong ekspresi atau ungkapan yang jujur serta bebas dan
menggambarkan perasaan atau pikiran siswa yang sebenernya. Guru harus
menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan siswa-siswanya. Guru
bisa melakukan ini dengan menerima semua saran sebagai hal yang absah dan tidak
menghakimi. Dengan cara ini, semua hal yang diungkapkan hanya mencerminkan
perasaan atau sikap siswa.
Yang terpenting, walaupun guru
reflektif dan supportif, siswa tetaplah pihak yang berperan mengambil alih atau
mengontrol arah pengajaran. Mereka kadang memilih masalah yang akan ditelusuri,
memimpin, diskusi, memilih aktor, membuat keputusan kapankah pemeranan akan
dilakukan, membantu pengaturan pemeranan dan yang terpenting, memutuskan apa
yang harus diperiksa dan usulan mana yang akan dieksplorasi. Pada intinya, guru
memformat penelusuran tingkah laku dengan berpegangan pada ciri khas pertanyaan
yang diajukan siswa. Melalui pertanyaan yang muncul, guru pun menetapkan fokus.
B.
Model
Pembelajaran Investigasi Kelompok
a. Sintaks
1. Guru membagi
kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
2. Guru
menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Guru
memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas, sehingga satu kelompok mendapat
tugas satu materi atau tugas yang berbeda dari kelompok lain.
4. Masing-masing
kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi temuan.
5. Setelah
selesai diskusi, lewat juru bicara ketua mempaikan hasil pembahasan kelompok
6. Guru
memberikan penjelasan singkat sekaligus memberikan kesimpulan
7. Evaluasi
8. Penutup
C.
Model
Pembelajaran Telaah Yurisprudensi
Model ini
dirancang untuk siswa dalam studi sosial dan menyiratkan metode kasus sebuah
studi, mengingatkan pendidikan hukum. Studi kasus yang melibatkan masalah
sosial di daerah-daerah di mana kebijakan publik harus dilakukan (keadilan dan
kesetaraan, kemiskinan dan kekuasaan dll) Mereka dituntun untuk
mengidentifikasi kebijakan publik isu-isu serta pilihan yang tersedia untuk
berhubungan dengan mereka dan nilai-nilai yang mendasari orang-orang pilihan.
Model ini dapat digunakan di daerah manapun di mana ada isu-isu kebijakan
publik, karena etika misalnya dalam ilmu pengetahuan, bisnis dan olahraga dan
lain-lain.
Model ini
didasarkan pada konsepsi masyarakat di mana orang berbeda pandangan dan
prioritas dan nilai-nilai sosial yang sah bertentangan satu dengan lainnya.
Menyelesaikan kompleks, isu-isu kontroversial dalam konteks tatanan sosial yang
produktif membutuhkan warga negara yang dapat berbicara satu sama lain dan
berhasil bernegosiasi tentang perbedaan mereka.permasalahan daerah umum,
masalah ras dan etnis, konflik keagamaan dan ideologis, konflik keamanan
individu, konflik antara kelompok-kelompok ekonomi, kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan keamanan bangsa.
Sintaks
Model yurisprudensi:
§ Orientasi
untuk kasus
§ Mengidentifikasi
masalah
§ Mengambil
posisi
§ Menjelajahi
sikap yang mendasari posisi yang diambil
§ Refining dan
kualifikasi posisi
§ Pengujian
asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi.
Reaksi dari model Yurisprudensi adalah:
1)
Mempertahankan iklim intelektual yang kuat di mana
semua pandangan dihormati; menghindari evaluasi langsung pendapat siswa.
2)
Lihat bahwa isu-isu yang benar-benar dieksplorasi
3)
Substansi berpikir siswa melalui pertanyaan relevansi,
konsistensi, spesifisitas, umum, kejelasan definisi, dan kontinuitas.
Pengajaran Model yurisprudensi Menjaga gaya dialektis; gunakan dialog
konfrontatif, mempertanyakan asumsi siswa dan menggunakan contoh yang spesifik
(analogi) untuk lebih berfariasi dengan laporan yang umum. Hindari mengambil
sikap keras kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah
untuk menjelajahi adanya nilai hukum.
Peran guru selama latihan ini sangatlah penting. Siswa sebagai peneliti,
juga mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong siswa untuk melibatkan
diri ke satu sisi masalah ini, tapi akan mendukung jika mereka berubah pikiran
ketika dihadapkan dengan bukti baru, dan mendorong mereka untuk
mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru harus tetap netral
terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan mempromosikan sintesis
dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas
Aplikasi Akhir dari model ini adalah fase yang paling penting. Dalam fase
ini bahwa siswa mengambil apa yang telah dipelajari dan menerapkannya ke
lingkungan mereka. Siswa harus mampu melihat nilai dalam ilmu yang telah mereka
pelajari dan melihat bahwa dengan pengetahuan ini mereka dapat memiliki dampak
yang muncul.
Langkah pertama dari proses ini adalah untuk setiap siswa mengusulkan
sebuah rencana aksi secara keseluruhan dengan resolusi. Beberapa cara siswa
telah menerapkan apa yang telah mereka pelajari dan menjadi terlibat dalam
kegiatan masyarakat meliputi:
1.
Menulis surat kepada dewan kota, perwakilan negara,
negara senator, gubernur, atau walikota.
2.
Terkemuka atau berpartisipasi dalam kegiatan seperti
pembersihan masyarakat, kegiatan daur ulang, atau petition drives.
3.
Menghadiri pertemuan atau rapat dewan kota lingkungan
lokal.
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan
rencana aksi mereka. Kunci untuk model instruksi adalah bahwa siswa mendapat
kesempatan untuk menerapkan keterampilan penyidikan dan strategi tindakan untuk
masyarakat dimana mereka tinggal.
Sumber:
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan
Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2012) h. 25
Oemar Hamalik. 2004. Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Komentar
Posting Komentar